Home » » Produksi Bibit Tanaman Kakao Secara In Vitro

Produksi Bibit Tanaman Kakao Secara In Vitro

Written By jual peralatan laboratorium on Saturday, January 4, 2014 | 9:36 PM


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyediaan bibit dalam pengembangan suatu tanaman atau dalam suatu proses produksi merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Proses produksi skala besar seperti tanaman hortikultura akan memerlukan bibit dalam jumlah besar, bibit dari varietas unggul, bebas hama dan penyakit dan penyediaan yang kontinyu. Bibit dari suatu varietas unggul yang dihasilkan oleh pemulia tanaman jumlahnya sangat terbatas, sedangkan bibit dibutuhkan sangat banyak. Beberapa tanaman perekbunan banyak yang sulit diperbanyak dengan konvensional baik secara vegetatif maupun generatif, selain itu bila diperbanyak dengan cara cangkok, stek, atau penempelan memerlukan bahan tanaman yang sangat besar untuk medapatkan bibit dalam jumlah besar (Ekawati, 2008).
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta.
Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2002, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051 ha dimana sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih dari 6,2 juta ha terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tangah Maluku dan Sulawesi Tenggara. Disamping itu kebun yang telah di bangun masih berpeluang untuk ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat ini kurang dari 50% potensinya. Di sisi lain situasi perkakaoan dunia beberapa tahun terakhir sering mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada tingkat yang tinggi. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik untuk segera dimanfaatkan. Upaya peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang stratigis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap.
Dengan kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi maka perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal ini perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan produktivitas yang tinggi. Melalui berbagai upaya perbaikan dan perluasan maka areal perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 1,1 juta ha dan diharapkan mampu menghasilkan produksi 730 ribu ton/tahun biji kakao. Pada tahun 2025, sasaran untuk menjadi produsen utama kakao dunia bisa menjadi kenyataan karena pada tahun tersebut total areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan mencapai 1,35 juta ha dan mampu menghasilkan 1,3 juta ton/tahun biji kakao.
Untuk mencapai sasaran produksi tersebut diperlukan investasi sebesar Rp 16,72 triliun dan dukungan berbagai kebijakan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Dana investasi tersebut sebagian besar bersumber dari masyarakat karena pengembangan kakao selama ini umumnya dilakukan secara swadaya oleh petani. Dana pemerintah diharapkan dapat berperan dalam memberikan pelayanan yang baik dan dukungan fasilitas yang tidak bisa ditanggulangi petani seperti biaya penyuluhan dan bimbingan, pembangunan sarana dan prasaran jalan dan telekomunikasi, dukungan gerakan pengendalian hama PBK secara nasional, dukungan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan industri hilir.
Beberapa kebijakan pemerintah yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan agribisnis kakao 5 sampai 20 tahun ke depan antara lain: Penghapusan PPN dan berbagai pungutan, aktif mengatasi hambatan ekspor dan melakukan lobi untuk menghapuskan potangan harga, mendukung upaya pengendalian hama PBK dan perbaikan mutu produksi serta menyediakan fasilitas pendukungnya secara memadai http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b4kakao.
Oleh kerena itu pada produksi bibit kako ini dilakukan secara kultur jaringan. Salah satu keunggulan dari teknologi kultur jaringan ini dapat menghasilkan bibit tanaman yang seragam dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat. Hasilnya juga memiliki karakteristik tertentu yang menguntungkan, seperti tahan hama penggerek buah kakao (PBK), produksi tinggi dengan kandungan lemak tinggi. Dengan demikian kata Maulidin, dapat dikembangkan dalam skala besar untuk menghasilkan produksi dalam bentuk biji kakao. http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Sulawesi%20Tengah&id=35306.
Praktik produksi bibit tanaman kakao ini diharapkan mahasiswa dapat terampil, lebih mengetahui dan memahami dengan jelas, baik dalam ilmu pengetahuan dan praktikum produksi bibit tanaman kakao yang dilaksanakan. 

1.2 Tujuan
Praktikum produksi bibit tanaman kakao ini diharapkan :
1.       Agar mahasiswa mampu membuat media, inisiasi dan multiplikasi pada produksi bibit tanaman kakao
2.       Agar mahasiswa mampu memproduksi bibit tanaman kakao melalui kultur jaringan.


BAB 2.  BAHAN DAN METODE

2.1  Waktu dan Tempat
Praktikum produksi bibit tanaman kakao pada bulan Juli 2009 – Oktober 2009, hari Selasa dan Rabu. Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan Politeknik Negeri Jember.

2.2  Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan yaitu : laminar air flow cabinet (LAFC), autoklaf elektrik, kompor gas, botol kultur, alat diseksi (pinset, skalpel), rak dorong, petridis, erlenmayer, gelas ukur, hansprayer, lampu bunsen, gunting, kamera, beaker glass, timbangan digital, timbangan analitik, hot plate, magnetik stirrer, pH meter, kulkas, fresser, pipet tetes, pipet lurus, mikro pipet, poci ukur, mistar, alat pencuci, spatula, shaker, stopwatch, ember, sprayer, dan sendok.
Bahan-bahan yang digunakan  yaitu : unsur hara makro, unsur hara mikro, unsur hara besi, vitamin, zat pengatur tumbuh (ZPT), sukrosa, gula pasir, agar-agar, tisu, alkohol 96 %, alkohol 70 %, klorok, spirtus, mata pisau, eksplan bunga lili, planlet lili, bakterisida, detergen, fungisida, air kran, air destilata, air destilata steril, plastik wraffing, plastik penutup media, karet gelang, kertas label, spidol, korek api, tabung gas, NaOH, HCL, alumunium foil, kertas, pot, media pakis, pasir steril, kantong polibag, dan kain.

2.3  Metode Praktikum
2.3.1        Pembuatan media
Pembuatan media tanam dalam perbanyakan tanaman dengan metode teknik kultur in vitro merupakan kegiatan yang paling penting dan memerlukan ketelitian serta pemahaman yang jelas dalam proses pembuatannya.
Pembuatan media kultur dimulai dari sterilisasi botol kultur. Botol kultur yang akan digunakan dalam pembuatan media sebelumnya dicuci dengan menggunakan detergen dan dibilas di air mengalir sampai bersih. Botol setelah dicuci kemudian di keringkan, lalu disterilisasi dalam oven. Tahap selanjutnya adalah pembuatan larutan stok hara makro, mikro, vitamin dan zat pengatur tumbuh.
Media yang digunakan yaitu komposisi media MS (Murashige dan Skoog). Komposisi media MS terdiri dari unsur hara makro, mikro, Fe (Besi), vitamin dan ZPT.  Media yang digunakan untuk inisiasi staminodia kakao  yaitu MS +  2 ppm 2,4-D  + 0,1 mg adenine sulfat + 0,5 mg arang aktif, dan media yang digunakan untuk inisiasi embriozigotik kakao yaitu MS + 3 ppm IBA + 2 ppm KINETIN + air kelapa 10 %.
Pembuatan media kultur selanjutnya yaitu penyiapan alat dan bahan, serta pelabelan nama media pada botol. Air akuades dimasukkan ± 300 ml pada erlenmayer, kemudian larutan stok makro, mikro, vitamin, dan ZPT dimasukkan juga ke dalam erlenmayer sesuai dengan pengambilan pada masing-masing larutan stok. Sukrosa dan agar ditimbang masing-masing sebanyak 30 gram/ liter dan 7 gram/liter agar-agar. Sukrosa kemudian dimasukkan ke dalam erlenmayer lalu diaduk sampai homogen pada hotplate menggunakan magnetik stirrer. Larutan media kemudian ditera dengan air akuadesi ¾ larutan media (1 liter). Setelah itu ukur pH larutan sekitar 5,8, apabila lebih dari 5,8 maka harus ditambahan HCl dan apabila kurang dari 5,8 harus ditambahkan NaOH sedikit-sedikit sampai mencapai pH 5,8. masukkan agar-agar lalu media ditera dengan air destilata lagi sampai 1000 ml kemudian dituangkan pada wajan. Larutan media dimasak pada kompor gas sambil diaduk sampai agar-agar homogen dan mendidih ditandai dengan larutan berwarna jernih. Media dituangkan pada botol kultur ± 30 ml/botol. Botol tersebut kemudian ditutup dengan alumunium foil. Media kemudian disterilisasi dalam autoklaf elektrik pada tekanan 1,5 MPa, suhu 121oC selama 20 menit dan disimpan di ruang media pada suhu ruangan yaitu 26 – 28oC.

2.3.2        Inisiasi staminodia kakao
Prosedur inisiasi daun kakao adalah sebagai berikut :
1.      Kuncup bunga dipanen pada pagi hari
2.      Sterilisasi kuncup bunga dengan larutan klorok 5 % selama 10 menit kemudian dibilas dengan akuades steril 3 x @ 5 menit
3.      Eksplan ditiriskan dan disimpan diatas petridis steril
4.      Potong 1/3 bagian pangkal bunga secara cermat dan steril
5.      Inokulasi bagian staminodia dan petal secara terpisah
6.      Inkubasi di ruang gelap pada suhu 25 – 30oC selama 14 hari

2.3.3        Iniasiasi embriozigotik kakao
Prosedur inisiasi anther kakao adalah sebagai berikut :
1.      Buah diambil berumur 90 – 120 hari
2.      Buah dicuci bersih di air mengalir kemudian dikupas kulitnya
3.      Eksplan disterilisasi di dalam laminar (laminar sudah disterilisasi) dengan cara celup bakar dalam alkoho 96 % selama 3 x.
4.      Embrionya diambil dari buah secara hati-hati  kemdian diinokulasi pada media embriozogotik kakao
5.      Simpan di ruang gelap pada suhu 25 – 26oC



BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 Inisiasi Kakao

Table 3.1 Pengamatan Inisiasi Kakao
Tanggal Inisiasi
Botol
Keadaan Eksplan
28 Juli 2009
I
Kontaminasi bakteri dan jamur

II
Kontaminasi bakteri dan jamur

III
Membentuk kalus

IV
Kontaminasi bakteri dan jamur
Keterangan : pengamatan diambil dari data terakhir

3.1.2 Inisiasi embriozigotik kakao               
Gambar 3.2. Pengamatan Inisiasi embriozigotik Kakao
Tanggal Inisiasi
Botol
Keadaan Eksplan
26 Agustus 2009
I
Kontaminasi bakteri dan jamur                   

II
Kontaminasi bakteri dan jamur

III
Eksplan membengkak

3.2 Pembahasan
3.2.1 Inisiasi staminodia dan embriozigotik kakao
Eksplan merupakan sumber kontaminasi kultur disamping komponen media, faktor manusia, dan lingkungan. Oleh karena itu eksplan harus dibersihkan dari kotoran terluar dan di sterilisasi sebelum ditanam secara aseptik dalam media yang steril (Yusnita, 2004). Menurut Wetherell (1982) mengungkapkan hal yang sama yaitu sebelum eksplan dipindahkan ke dalam kultur terlebih dahulu semua mikroorganisme harus dibasmi (disterilsasi).
Pada tabel 3.1 dan 3.2 dapat dilihat hasil pengamatan inisiasi staminodia dan embriozigotik kakao. Eksplan staminodia dan eksplan embriozigotik mengalami kontaminasi dari penanaman tersebut hanya sisa @ 1 eksplan yang masih bertahan. Kontaminasi ini terjadi karena bahan sterilan tidak mampu mensterilasi dengan baik eksplan yang dikulturkan. Kontaminasi juga bisa disebabkan oleh faktor lain, menurut Sunarjono (2002) ruangan yang sudah steril dapat saja berubah menjadi tidak seril pada saat musim hujan, sehingga dapat membawa masuknya bakteri dan jamur dari luar serta dapat meningkatkan kelembaban yang akan mempercepat perkembangan mikroorganisme.  Media yang digunakan juga berpengaruh terhadap kontaminasi tersebut. Media yang digunakan yaitu media MS lengkap yang merupakan media kaya unsur hara. Santoso dan Nursandi (2002) mengemukakan bahwa semakin sederhana komponen media maka semakin rendah kemungkinan terjadinya kontamiasi. Herawan dan Hendrarti (1996) dalam Rezkita (2007) menambahkan bahwa tingkat kontaminasi juga berasal dari eksplan baik intenal maupun eksternal, air yang digunakan, botol-botol kultur atau alat-alat yang kurang steril, spora-spora yang terdapat dalam ruang kultur dan kecerobohan dalam pelaksanaan. Yunita (2004) menyebutkan bahwa untuk mengatasi masalah kontaminasi yang peristen dapat dilakukan cara-cara pencucian ulang dengan sodium hopoklorit dengan konsentrasi rendah, seperti pemutih pakaian 5 %, penggunaan media yang mengandung antibiotik, penggunaan eksplan berukuran sekecil mungkin seperti meristem dengan beberapa primordia daun dan pemotongan bagian teratas eksplan yang telah tumbuh.
2 botol sisa dari inisiasi staminodia dan embriozigotik kakao tidak terjadi kontaminasi eksplan memiliki pertumbuhan yang lambat, hal ini disebabkan kerena staminodia memang sulit ntuk tumbuh. Hal ini merupakan kendala in vitro dari kakao yaitu dari berbagai penelitian belum ditemukan hasil yang memuaskan  meristerm, dan induksi tunas aksilar, sehingga perlu dilakukan penelitian mulai dari keadaan eksplan, bahan sterilan dan media yang digunakan.


BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Praktikum produksi bibit tanaman kakao dapat disimpulkan bahwa :
1.      Mahasiswa pada umumnya sudah mampu membuat media, inisiasi dan multiplikasi secara mandiri.
2.      Keberhasilan inisiasi staminodia dan embriozigotik masih kurang

5.2 Saran
Melihat kendala-kendala dan tingkat keberhasilan yang terjadi pada proses produksi bibit kakao, penulis menyarankan :
1.      Mahasiswa harus terus meningkatkan keterampilan dalam kultur in vitro.
2.      Perlu dilakukan penelitian terhadap bahan sterilan dan waktu yang cocok untuk melihat keberhasilan dari produksi bibit kakao
3.      Perlu dilanjutkan hasil praktikum yang berhasil, dipelihara dengan baik sampai membentuk bibit yang siap ditanam dilapangan.


DAFTAR PUSTAKA


Ekawati, E. 2008. Mikrpropagasi Tanaman Hortiukutura. Modul PJJ (Tidak Dipublikasikan). Cianjur: PPPTK Pertanian


http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Sulawesi%20Tengah&id=35306.

Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rezkita, S. 2007. Teknik Perbanyakan Tanaman Pulai (Alstonia scholaris R. Brown) dengan Eksplan Pucuk Aksilar melalui Kultur Jaringan Di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman (P3HT) Kaliurang, Jogjakarta. Jogjakarta: Skripsi Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Santoso, U dan Nursandi F. 2004. Kultur Jaringan Tanaman. UMM Press. Malang.

Sugito, H. 2007. Kultur Jaringan Tanaman. Bahan Kuliah (Tidak dipublikasikan) Cianjur: PPPPTK Pertanian.

Yusnita. 2004. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Wetherell, D.F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing Group INC. Wayne, New Jersey.


Lampiran 1.
Media MS dan Media Prekondisi
Kode Stok
Garam-garam
MS
(mg/liter)
½ MS
(mg/liter)
Media Prekondisi
A
NH4NO3
1650
825
-
KNO3
1900
950
-
MgSO4.7H2O
370
185
-
KH2PO4
170
85
-
H3BO3
6,2
3,1
-
KI
0,83
0,415
-
MnSO4.H2O
16,9
8,45
-
ZnSO4.7H2O
10,6
5,3
-
Na2MoO4.2H2O
0,25
0,125
-
CuSO4.5H2O
0,025
0,0125
-
CoCl2.6H2O
0,025
0,0125
-
B
CaCl2.2H2O
440
220
-
C
FeSO4.7H2O
37,3
18,65
-
Na2EDTA*
27,5
13,75
-
Vitamin
Mioinositol
100
50
-
Thiamine HCL
0.1
0,05
-
Nicotinic Acid
0,5
0,25
-
Pyridoxine HCL
0,5
0,25
-
Glycine
2,0
1,0
-

Sukrosa/gula
30 gram
30 gram
30 gram

Agar-agar
7 gram
7 gram
7 gram

pH
5,5 -5,8
5,5 -5,8
5,5 -5,8



Lampiran 2                

Jurnal Praktikum Produksi Bibit Tembakau, Panili, Tebu dan Kakao

No
Hari/ Tanggal
Kegiatan
1
Selasa/ 7 Juli 2009
Sterilisasi alat-alat kultur jaringan
2
Kamis/ 9 Juli 2009
Membuat larutan stok MS
3
Selasa/ 14 Juli 2009
Membuat media MS O dan MS
4
Rabu/ 15 Juli 2009
Multiplikasi tembakau dan panili
5
Rabu/ 22 juli 2009
Membuat media daun tembakau, media pucuk tebu dan media panili
6
Selasa/ 28 juli 2009
Inisiasi staminodia kakao
7
Rabu/ 29 Juli 2009
Inisiasi tebu dan tembakau
8
Selasa/ 4 agustus 2009
Inisiasi panili
9
Rabu/ 5 Agustus 2009
Pembuatan media anther tembakau, tebu dan tembakau
10
Selasa/ 18 Agustus 2009
Inisiasi anther tembakau, pengulangan inisiasi tebu an tembakau
11
Rabu/ 26 Agustus 2009
Penanaman embriozigotik kakao
12
Selasa/ 1 september 2009
Pembuatan media multiplikasi tebu
13
Rabu/ 2 September 2009
Pembuatan media inisiasi panili, penanaman embriozigotik kakao
14
15 – 29 September
Libur idul fitri
15
Selasa/ 6 Oktober 2009
Multiplikasi Tebu
16
Rabu/ 7 oktober 2009
Aklimatisasi tebu dan panili
17
Selasa/ 13 Oktober 2009
Multiplikasi panili
18
Rabu/ 14 Oktober 2009
Pemeliharaan dan penylaman aklimatisasi tembakau
19
Rabu/ 21 Oktober 2009
Pemeliharaan dan penylaman tembakau


0 comments:

Post a Comment